Hampir setiap hari media massa dan media sosial kita menyampaikan berita perilaku brutal dan sadisme yang menggugah keprihatinan masyarakat. Kebrutalan dan kesadisan bahkan berakibat melayangnya nyawa korban demi korban.
Perilaku yang tidak manusiawi itu, bahkan sudah terjadi di mana-mana dan dilakukan oleh tidak hanya orang dewasa atau tua, bahkan oleh anak-anak usia jenjang sekolah dasar. Menghabisi nyawa orang lain dengan mudah dilakukan dan dengan cara-cara brutal dan sadis, yang menunjukkan kualitas negatifnya semakin meningkat.
Kita para pendidik, orangtua, dan masyarakat harus prihatin dan turun tangan ikut mencari solusi agar perilaku brutal dan sadisme seperti itu dapat dicegah sedini mungkin.
Kemudian pertanyaanya, apa yang bisa kita lakukan dengan peristiwa brutal dan sadisme yang selalu minta korban nyawa itu?
Dari pendekatannya hukum jelas, mereka para pelaku itu mungkin bisa dijerat dengan Pasal 340 Undang-Undang Pidana dengan tuntutan hukuman yang tinggi pula jika terbukti ada unsur pembunuhan berencana. Bahkan Pasal 82 dan 181 Undang-Undang Perlindungan Anak juga bisa dikenakan secara brsamaan kepada para pembunuh sadis yang memiliki perilaku abnormal itu.
Itu semua urusan para penegak hukum, dan sudah jelas aturan normatifnya. Pendekatan itu perlu dibarengi dengan langkah dan program lain yang bersifat preventif, pemberdayaan, edukatif-pedagogis agar di masa yag akan datang.
Sudah saatnya pemerintah perlu menguatkan pendidikan karakter di keluarga yang dimanfaatkan untuk membangun kesadaran anak rasa empati, simpati, toleransi, saling mencintai, saling menghargai sesama dalam ranah tidak saja pengetahuan, tetapi juga dalam tataran praksis.
Kalau berbicara praksis berarti anak harus diajak untuk menginternalisasi dan mengaplikasikan nilai nilai mulia yang diajarkan dalam pendidikan karakter. Bagaimana caranya? Anak bisa diajak untuk berempati dan bersimpati kepada orang lain yang memang membutuhkan kepedulian sesama dan uluran tangan.
Ajak anak-anak ke tempat-tempat yang memberikan pelayanan sosial Kemanusiaan seperti panti asuhan atau pondok pesantren untuk yatim piatu dan fakir miskin, agar mereka mengenal dan melihat bagaimana beban penderitaan orang lain, tidak menghilangkan hak orang lain, peduli dan melayani orang lain dengan baik, sopan santun, ramah, tersenyum tulus, dsb.
Pada saat lain ajak ana-anak kita ke rumah sakit untuk melihat pasien-pasien korban kekerasan agar mereka tumbuh rasa empatinya. Pada kesempatan lain anak bisa juga diajak masuk ke lembaga pemasyarakatan agar mereka tahu betapa terkungkungnya kebebasan jika seorang merampas hak orang secara pidana. Dengan cara seperti itu kita bisa mencegah perilaku brutal dan sadisme secara preventif, pedagogis, dan edukatif dari keluarga.
Dalam hal ini, peran orang tua sangat vital, dan Ramadhan merupakan momentum bagi penguatan pendidikan karakter berbasis keluarga.